Agama Sama Dengan Dien?

Sabtu, 14 September 2013

Para cerdik cendikia barat sendiri gagal dalam memformulasikan apakah sebenarnya agama itu. Beberapa definisi tentang agama yang mereka kemukakan ternyata lebih banyak dipengaruhi trauma mereka pada keabsolutan kekuasaan gereja pada masa abad pertengahan. Di antaranya adalah F. Schleiermacher yang mengatakan bahwa agama adalah “rasa ketergantungan yang absolut”.
Kalau Scott Peck memaknai agama dengan “takhayul dan dogma yang menghancurkan”. Senada dengan yang dipahami Freud, ia menganggap agama sebagai justifikasi ketidakjujuran dan pelanggaran terhadap intelektual. Scott dan Freud termasuk gambaran orang yang mengidap paham rasionalisme dengan menolak kebenaran wahyu.
Para pegiat revolusi Prancis yang dianggap sebagai penyingkap the dark age di Eropa menuju masa yang mereka sebut sebagai anlightment seperti Voltaire dan Rousseau bahkan membenci agama. Mereka menuduh agama sebagai biang kemunduran bangsa Eropa. Keselamatan (salvation) dapat diraih tanpa bantuan Tuhan. Ilusi inilah yang menyebabkan materi menjadi tujuan utama dunia barat.  Para sosiolog berbeda lagi dalam memandang agama, menurut mereka agama adalah fanatisme. Tampaknya kasus tabloid olahraga pada awal tulisan ini  sebagai contoh konkret bagi aliran ini.
Dari berbagai definisi di atas, dapat diambil benang merah betapa telah terjadi kerancuan berpikir (confused thaugth) yang hebat di dunia barat terhadap agama. Beberapa definisi yang mereka kemukakan ternyata lebih merupakan problem baru daripada solusi sehingga berakibat fatal berupa pereduksian yang lancang pada hakikat dan makna agama.
DIEN BUKAN SEKEDAR AGAMA
Dalam bahasa Indonesia kata agama berasal dari bahasa Sansekerta yang bermakna, “tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi turun-temurun.” Dalam bahasa Arab dan Semit disebut dien. Dunia barat menyebutnya dengan religion (English), de religi (Dutch), la religion (France), die religion (Germany).
Islam sebagai dien yang hanif terlalu naif jika dimaknai hanya sebagai religion.  Terjemahan kata ad-dien dengan “agama” pada hakikatnya tidak cukup mewakili esensi yang terkandung. Makna itu terlalu sempit. Menurut Abu al A`la al Maududi, ada empat makna dien ; Pertama, ia adalah kekuatan hukum. Dalam Islam konsep peribadatan manusia bukan hanya sekedar level ritual individual saja, tapi ia juga harus diwujudkan pada level komunitas dengan segala aturannya. Salah satu contoh riil judicious power Islam adalah ketika Rasulullah  mengatur masyarakat Islam di Madinah. Begitu juga Rusia dengan komunis sosialisnya dan Amerika dengan demokrasi kapitalisnya adalah gambaran nyata perwujudan sebuah agama.
Kedua, Ketaatan, ibadah dan ketundukan. Karena dengan kehendak Allah  manusia menjadi sesuatu yang wujud (Q.S. al-Mukiminun: 12-14). Salah satu perwujudan rasa syukur dan merasa berhutang budi kepada-Nya adalah dengan taat beribadah disertai penyerahan diri tanpa menyertakan dengan partner apapun. Contoh lain adalah beribadahnya bangsa China kepada Kong Fu Tze semenjak dinasti Han hingga sekarang adalah perwujudan sebuah agama.
Ketiga, ia adalah undang-undang, hukum, kebiasaan, tradisi, pandangan hidup (world view) manusia. Islam adalah dien karena di dalamnya terdapat formal hukum, dogma, ritual dan akhlak. Partai Ba`ats adalah agama, karena ia mempunyai hukum, tradisi dan pandangan hidup sendiri yang sangat berbeda dengan Islam, salah satunya adalah konsep nasionalisme Arab tanpa mengindahkan perbedaan aqidah dan dalam aturan mereka perbuatan zina diperbolehkan
Keempat, ia adalah perhitungan dan pembalasan. Dalam al-Qur`an dien dengan makna ini ada dalam surat al-Fatihah: 4 dan al-Infithar: 17-19. Respons manusia terhadap dien ini ada dua, Tashdiq dan Takdhib. Jika manusia memilih tashdiq (membenarkan) dan beriman, maka pahala adalah balasannya. Sebaliknya, jika ia memilih takdhib (mendustakan) kebenaran dien ini, maka sesungguhnya siksa Allah  adalah hukumannya.
DISTORSI AGAMA
Jika dilihat dari sisi historis, Islam adalah dien yang paling benar, karena ia adalah dien yang dibawa oleh para rasul dan nabi. Mereka diutus Allah , dengan mengemban misi mengajak manusia kepada Tauhid dan Islam (Q.S. Al Baqarah: 131-132). Dari sisi empirisnya, karena ia adalah dien yang tidak mengalami perubahan dan tetap sempurna semenjak ia diturunkan demi kepentingan manusia (Q.S. al-Maidah: 3)
Setiap manusia pada awal penciptaannya telah memiliki natural tendency yang murni, yaitu pengakuan syahadat (confession of faith) akan penghambaan dirinya kepada Allah. Namun setan sebagai musuh utama manusia selalu menghalanginya dari jalan lurus, menggodanya agar berpaling dari perintah Allah . Awal keberhasilannya adalah ketika sukses menyeret manusia ke dalam gelapnya kemusyrikan pada masa nabi Nuh `Alaihissalam.
Allah mengutus para rasul guna mengingatkan manusia akan janjinya. Di antara manusia ada yang kembali kepada agama fitrahnya (Islam) dan tidak sedikit yang bertahan pada kesesatan. Di antara mereka yang disesatkan setan dengan menganut agama paganisme sebagaimana kebanyakan umat-umat para nabi terdahulu. Ada juga yang beragama politeisme sebagaimana yang ada di Yunani kuno. Atau sebagaimana yang dianut masyarakat Jawa dulu, yaitu agama dinamisme  dan animisme.
Bentuk penyimpangan agama ada juga yang bermula dari dikotorinya dogma-dogma dien yang lurus dengan unsur-unsur kemusyrikan, sebagaimana yang terjadi dalam agama Yahudi dan Kristen. Sebenarnya semua agama wahyu itu satu, yaitu mentauhidkan Allah, menegaskan kebenaran yang disampaikan nabi-nabi terdahulu dan kebenaran final yang dibawa nabi terakhir. Dari sisi dapat diketahui bahwa Allah  tidak memerintahkan kepada nabi Musa dan Isa membuat agama baru, Yahudi dan Kristen.
Agama nabi Musa `Alaihissalam yang murni Tauhid dan Islam diselewengkan dan dicampuradukkan dengan hal-hal mistis.  Mereka lebih mengutamakan Talmud dan Mishnah karangan para rabbi mereka daripada yang terkandung dalam Taurat.  Bahkan sampai sekarang masih tampak di antara orang-orang Yudaism yang mengamalkan ajaran-ajaran mistis dalam tradisi yang disebut Kabbala.
Distorsi dalam agama kristen tidak kalah parahnya. Seorang rasul yang mengajak kepada tauhid Isa `Alaihissalam diasumsikan bahwa dirinya adalah satu kesatuan dari tiga oknum yang divine. Konsili Nicaea  (Council of Nicaea) pada tahun 325 M. yang diprakarsai Constantine (isn’t) the Great semakin mengukuhkan keyakinan ini. Orang-orang Arianism (para pengikut Patrik Arius yang menolak full divinity of Jesus Christ) diuber-uber dan disiksa, dilaknat dan dibunuh. Hal demikian disebabkan karena keputusan konsili yang dihadiri 318 bishop ini adalah mengukuhkan aqidah trinitas yang diusulkan oleh Bishop Alexandria St. Athanasius sebagai agama resmi dalam wilayah kekaisaran Romawi dan melarang ajaran Patrik Arius.
Penyimpangan agama tidak berhenti di situ saja, ia terus menjalar hingga zaman sekarang. Munculnya isme-isme  sebagai agama baru adalah wujud riil dari statemen ini. Rusia dengan komunis sosialisnya dan Amerika dengan demokrasi kapitalisnya adalah gambaran nyata perwujudan sebuah agama baru. Begitu juga dengan Darwinisme dengan teori evolusinya, Marxisme dengan paham agama candunya dan freudisme dengan orientasi seksnya. Dengan perbedaan esensi inilah yang menjadikan para pemikir barat mengalami kerancuan berpikir dalam memahami agama. Dan akibat yang paling fatal dari kegagalan ini adalah terjadinya pereduksian pada makna dan hakikat agama itu sendiri.
PENUTUP
Allah telah menjelaskan sebab terjadinya penyimpangan manusia dari dien yang dibawa oleh para nabi dan rasul (Q.S. al-A`raf: 172-173). Kelalaian akan mithaq dan taklid adalah faktor determinan yang menyesatkan manusia dari Sabilurrusydi (jalan lurus) menuju kegelapan Sabilul ghaiy (jalan menyimpang). Kebenaran sendiri sudah final, yaitu apa yang telah nabi Muhammad  sampaikan, dan mengikutinya adalah solusi tepat untuk menyelamatkan diri dari jebakan jalan sesat lainnya. “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (Q.S. AL-An`am:153).Wallahu a`lam.
REFRENSI
1.    Ibn al-Qayyim al-Jauziya, Ighashat al-Lahfan min Mashayid as-Shaithan (Beirut tt) Dar al-Ma`rifah.
2.    `Abdurrahman an Nahlawy, Ushul at-Tarbiyah al-Islamiyah wa Asalibuha (Dimashq 1417 H./1996 M.)
3.    Majalah Islamia th ke-1 no. 3
4.    Ensiklopedi Islam (Jakarta 2002 M.)
5.    Lembaga Pengkajian dan Penelitian WAMI Gerakan Keagamaan dan Pemikiran Pustaka al-I`tisham (Jakarta 2003 M.)
6.    Microsoft® Encarta® Reference Library 2003. © 1993-2002 Microsoft Corporation.

Ustadz Abu Rusydan Syawal 1434 H


Kajian Islam Ustadz Abu Rusydan Syawal 1434 H



Ustad Abu Rusydan Membedah Syubuhat Kaum Rofidhoh

Pernyataan Ustadz Abu Rusydan tentang fitna syubat yang dihembuskan  Kaum Syiah

Ulama dari 50 Negara SERUKAN WAJIBNYA JIHAD KE SURAIH - Syaikh Arifi

Thoifah al-manshuroh (Kelompok yg selalu di tolong Alloh yg berjuang menegakkan Khilafah di Suriah) DiBenci, Dikepung berbagai bangsa ( AS-Rusia-Liga Arab, Nato, PBB,UE,G8,G20, Asean) Dan Diperangi Tapi Tidak Bisa Dikalahkan."Allahuakbar"

حَدِيثُ يَزِيدَ بْنِ الأَخْنَسِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الآنَ جَاءَ الْقِتَالُ ، لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى النَّاسِ ، يَزْيِغُ اللَّهُ قُلُوبَ أَقْوَامٍ ، فَيُقَاتِلُونَهُمْ ، وَيَرْزُقُهُمُ اللَّهُ مِنْهُمْ ، حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ ، أَلاَ إِنَّ عُقْرَ دَارِ الْمُؤْمِنِينَ الشَّامُ ، وَالْخَيْلُ مَعْقُودٌ فِي نَوَاصِيهَا الْخَيْرُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. (مسند أحمد - (ج 4 / ص 104)

مجمع الزوائد ومنبع الفوائد - (ج 4 / ص 350)

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم عقر دار الإسلام بالشام.رواه الطبراني

ورجاله ثقات

"Dari Yajid Bin Akhnas Dari Nabi Muhammad SAW : "Jika Telah Datang Waktunya untuk Berperang, Akan Senantiasa ada Sekelompok Ummatku yang akan dimenangkan atas seluruh Manusia, Mereka di benci oleh berbagai banyak bangsa bangsa, Mereka Di kepung & Diperangi dan Alloh Memberi Rizqi dari yang memerangi mereka (senjata militer dsb) sampai datang ketetapan dari Alloh dan mereka tetap istiqomah ( tidak tergoyahkan), Ingatlah Sesungguhnya Pusat Kekuasaan Kaum Mukminin di Syam dan kuda yg di tambatkan ( Infaq )untuk perang tsb suatu kebaikan yg pahalanya mengalir hingga hari kiamat" ( Musnad Imam Ahmad juz 4 hal 104 )

مجمع الزوائد ومنبع الفوائد - (ج 4 / ص 350)

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم عقر دار الإسلام بالشام.رواه الطبراني ورجاله ثقات

Rosululloh Saw bersabda " Pusat Kekuasaan Wilayah Islam Di Syam ( HR Thobrani Rijalnya Tsiqoh )

فَقَالَ « عَلَيْكَ بِالشَّامِ فَإِنَّهَا خِيَرَةُ اللَّهِ مِنْ أَرْضِهِ , يَجْتَبِى إِلَيْهَا خِيَرَتَهُ مِنْ عِبَادِهِ , فَأَمَّا إِنْ أَبَيْتُمْ فَعَلَيْكُمْ بِيَمَنِكُمْ وَاسْقُوا مِنْ غُدُرِكُمْ , فَإِنَّ اللَّهَ تَوَكَّلَ لِى بِالشَّامِ وَأَهْلِهِ ».

"Pergilah ke Syam, karena ia adalah bumi pilihan Allah, Dia memilih hamba-hamba terbaikNya untuk ke sana. Jika kalian tidak mau, maka pergilah ke Yaman kalian dan minumlah dari telaga-telaga kalian. Karena sesungguhnya Allah telah menjamin untukku Syam dan penduduknya." (HR. Abu Dawud, Ibnu Hibban dan al-Hakim).

سنن الترمذي - (ج 5 / ص 734)

قال رسول الله صلى الله عليه و سلم طوبى للشأم فقلنا لأي ذلك يا رسول الله ؟ قال لأن ملائكة الرحمن باسطةٌ أجنِحَتَها عليها

"Beruntunglah Syam!" Sahabat bertanya: "Mengapa demikian, wahai Rasulullah?" Lalu beliau menjawab: "Karena sungguh malaikat Allah membentangkan sayap-sayapnya kepada negeri itu."

Sertakan Doa & bantuan ( harta - Jiwa - insyaAlloh pahalanya mengalir hingga yaumil Qiyamah )untuk saudaramu yg dikepung bahaya di suriah, iraq, myanmar, afganistan, pakistan, palestine dsb semoga Alloh selalu memberikan pertolonganNya kepada kaum muslimin & Mujahidin, semoaga Khilafah Islam segera berdiri sehingga penjajahan Dunia atas AS RUSIA & Sekutunya Yahudi & Nasrani Dapat di hentikan. sehingga Khilafah islam segera menyebarkan rahmat & keadilan ke seluruh dunia"amin"

Bukti 2 Video Thoifah Mansyuroh Dikepung Banyak Bangsahttps://www.youtube.com/attribution?v...
From Dipublikasikan pada 25 Jul 2013

Cuplikan Khutbah Syaikh Muhammad al 'Arifi (terjemahan telah direvisi oleh Arrooji Afwa Robbihi) Kalimat pengobar semangat jihad revised
مقطع خطبة الشيخ محمد العريفي


http://www.youtube.com/watch?v=26nlO3aMECY

Menyongsong Amerika di Suriah (Bag.1)

Perang Suriah memasuki babak baru. Setelah tragedi serangan senjata kimia—yang masih saling lempar siapa pelakunya—Amerika bersikeras akan menggelar operasi militer di negeri yang sudah dua tahun lebih bersimbah darah dan airmata itu. Terakhir, Obama tinggal menunggu restu kongres untuk menggelar “operasi militer terbatas” di Suriah. Belum jelas apa yang dimaksud dengan “terbatas.” Yang pasti Menlu AS, John Kerry sudah mengatakan bahwa operasi di Afghanistan ini tidak seperti yang Amerika lakukan di Iraq dan Afghanistan.
Layaknya operasi sebelumnya, kini Amerika pun rame-ramemengajak negara lain untuk turut terjun ke Suriah. Prancis bertekad menyambut. Sementara Kerry menyebut ada negara Arab yang siap membiayai operasi ini—tanpa menyebut negara yang dimaksud. Sedangkan Inggris sudah bulat menolak.
Penolakan juga terjadi dalam bentuk demonstrasi di beberapa negara, dan statemen-statemen para tokoh. Salah satu di antaranya, Ketua Umum Lembaga Persahabatan Ormas Islam, Said Agil Siraj. “LPOI menolak campur tangan asing dalam permasalahan di Suriah, apalagi rencana Amerika yang akan melancarkan aksi militer ke Suriah,” Kata Ketua Umum LPOI Said Aqil Siroj dalam Konfrensi Pers di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (4/9/2013).
Namun, Said dan dunia pada umumnya kehilangan obyektifitas saat mendefinisikan “asing” yang ditolak mencampuri urusan Suriah. Yakni, hanya menggunakan kata tersebut untuk mewakili sebuah negara bernama Amerika Serikat. Amerika, sebagai representasi kekuatan asing, ditolak masuk dan campur-tangan dalam konflik Suriah. Sayang, dunia bungkam ketika Iran terang-terangan mensupport Bashar Assad dengan alat dan SDM perang. Belum lagi Rusia yang memang sudah lama menjadi penasehat militer rezim Suriah.
Campurtangan Iran dalam konflik di Suriah bukanlah rahasia. Pada Januari 2013, media pemerintah Suriah memberitakan bantuan 1 juta USD dari Iran. [1] Hanya berselang lima bulan setelah itu, sumber resmi pemerintah Suriah mengumumkan bahwa Iran menambah bantuan untuk Damaskus senilai 3,6 juta USD. Jumlah tersebut masuk dalam paket bantuan ekonomi, sebagai pembiayaan atas pemesanan minyak dan produk lain yang terkait.
Iran juga menawarkan bantuan militer konvensional dan non-konvensional juga kerjasama dan pelatihan intelijen untuk memadamkan “kerusuhan massa.” Sebagaimana rilis pemerintah Iran sendiri, Teheran telah membantu Suriah dalam mengkader 50.000 paramiliter dari rakyat Suriah yang dikenal dengan Jaisy as-Sya’bi (The People’s Army). Keberadaan unit paramiliter ini untuk menopang kekuasaan rezim Bashar Asad.[2]
Pada 13 Juli 2013 lalu, Menteri Luar Negeri Iraq, Hoshyar Zebari mengabarkan bahwa pemerintahnya tidak mampu menghentikan pengiriman senjata dari Teheran menuju Damaskus yang diangkut pesawat melintasi wilayah udara Iraq. Pernyataan itu Zebari sampaikan dalam sebuah wawancara dengan koran As-Syarq Al-Ausath. Kabar ini langsung ditampik media pro-Iran, seperti IRIB. Menukil pernyataan Jubir Luar Negeri Iran, Sayid Abbas Araqchi yang menolak pesawat-pesawat Iran itu dituding mengangkut perlengkapan militer. “Pesawat tersebut mengangkut bantuan makanan dan obat-obatan,” kilah Araqchi.
Mungkin itu sebatas retorika antarpejabat di media. Namun kepingan fakta menarik Penulis temukan saat bergabung dalam relawan kemanusiaan di Suriah. Penulis sempat bertemu dengan tentara Bashar Assad yang kini bergabung dengan kelompok pemberontak. Kepada Penulis, tentara tersebut menceritakan, dalam jajaran pasukan Assad ada orang-orang dari Iran dan Rusia. “Ya, ada. Mereka biasanya bertugas menerbangkan pesawat tempur, atau menembakkan roket.”
Gambaran betapa Iran sangat berkepentingan dalam krisis Suriah dapat dikaji dari statemen pemimpin Ayatollah Ali Khamenei yang menyatakan bahwa Suriah adalah provinsi Iran yang ke-35. “Jika kita kehilangan Suriah, kita kita tidak lagi dapat mengendalikan Teheran.”[3] Itulah yang kemudian membuat Iran begitu gigih mempertahankan Suriah dari “rongrongan” pemberontak Sunni.
Saking gigihnya, Riyad Hijab, mantan Perdana Menteri Suriah yang membelot mengatakan, “Suriah telah disetir oleh rezim Iran. Sesungguhnya yang mengendalikan negeri bukanlah Bashar Assad, melainkan Qasem Soleimani.” [4] Qasem sendiri adalah komandan Brigade Al-Quds. Support penuh Iran terhadap Suriahlah yang membuat Bashar Asad hingga saat ini masih bertahan. Sebab, “Tanpa pertolongan militer Iran dan bantuan finansialnya, rezim Assad mungkin sudah tumbang sekian waktu lalu.” [5]
Maka, sangat disayangkan keterlambatan dunia yang baru menolak intervensi asing di Suriah saat Obama berencana “memberi pelajaran” kepada rezim Assad. Sebab, intervensi negara asing sudah terjadi. Entah mengapa tiba-tiba definisi asing bagi Suriah hanya berlaku bagi Amerika, sementara Iran tetap aman-aman saja meski sudah begitu dalam berintervensi di Suriah. Jangan-jangan, subyektifitas kita membuat pepatah berikut berlaku: Kuman Amerika di seberang lautan tampak jelas, tapi gajah Iran di pelupuk mata tampak kabur.
Kita sedang berbicara tentang campurtangan asing dalam konteks negara. Di luar itu, pembahasan bisa bertambah luas. Selain milisi “Wahabi-Takfiri” (demikian media pro-Syiah di Indonesia menyebut pejuang Sunni) yang berdatangan dari Saudi, Libya, Cechnya dan Iraq, aliansi paramiliter Syiah juga terjun langsung. Hizbullah Lebanon, Jaisy Mahdi Iraq dan Syiah Houtsi adalah aliansi paramiliter Syiah yang turut mendukung rezim Bashar Assad menggempur Qusair beberapa waktu lalu.
____
[1] “Syiria and Iran Ink Credit Deals,” al-Bawaba, Januari, 17, 2013.
[1] “Head Ammar Strategic Base: Syria is Iran’s 35thProvince; If We Lose Syria We Cannot Keep Tehran,” Iran Pulse, Februari 14, 2013; “Treasury Sanctions Al-Nusrah Front Leadership in Syria and Militias Supporting the Assad Regime,” US. Treasury Department, December, 11, 2012.
[1] Will Fulton, Josep Holliday dan Syam Wyer, “Iranian Strategy ini Syria,” Institute for the Study of War and the American Enterprise Institute, May 2013.
[1] Ibid
[1] Karim Sadjadpour, “Irans’s Unwavering Support to Assad’s Syria,” CTC Sentinel, Agustus 2013.
***KIBLAT.NET
Abu Yahya | kontributor kiblat.net | pernah bergabung dalam misi kemanusiaan HASI di Suriah

Menyongsong Amerika di Suriah (Bag.2)

Bukan sembarang konflik. Barangkali kalimat pendek itu cukup mewakili gambaran tragedi kemanusiaan yang terjadi di Suriah, sejak dua tahun silam. Konflik ini terjadi hampir bersamaan dengan gejolak politik di Tunisia dan Mesir. Banyak orang menyebutnya sebagai rangkaian Arab Spring. Bedanya, di Tunisia dan Mesir relatif tuntas. Penguasa lengser, tekanan dunia luar, dan habislah perkara.

Tetapi di Suriah, perang masih berlanjut. Meski ratusan ribu jiwa melayang dengan berbagai macam cara yang sungguh tak layak. Dibom, disiksa, disembelih, dikubur hidup-hidup. Sebagian lainnya disiksa, hingga ketika sekarat, dimasukkan dalam kontainer dan… ditenggelamkan di lautan. Semua demi menghilangkan jejak kejahatan kemanusiaan. Ratusan ribu lainnya terluka, dari sekadar lecet hingga cacat tetap. Dan jutaan lainnya terlunta-lunta mengungsi dari satu tempat ke tempat lain. Dr. Aisha, wanita asli Lattakia yang saya temui saata sama-sama bertugas di Rumah Sakit Lapangan Salma menggambarkannya sebagai, “Kami belum pernah melihat tragedi kemanusiaan setragis apa yang kami alami.”

Ribuan kesaksian sudah dicatat sejarah. Baik melalui pemberitaan wartawan yang terjun langsung di medan konflik, siaran “televisi internasional” bernama Youtube, dan lainnya. Pendeknya, jeritan rakyat Suriah telah melengking keras, menembus langit-langit kemanusiaan hingga batas terakhir. Meski demikian, tak cukup untuk meredam kejahatan kemanusiaan paling tragis saat ini. Begitu banyak alasan bagi dunia—termasuk sebagian orang Islam Indonesia—untuk bersikap blo’on terhadap apa yang terjadi di Suriah.
Ada yang menganggapnya “sekadar” konflik sekte, Syiah melawan Sunni. Konflik yang dipicu oleh pemahaman yang berbeda dalam madzhab fikih semata. Kaum Sunni yang sekian lama diperintah rezim Syiah ingin merebut kekuasaan, terjadilah perang yang berkelanjutan. Bagi orang yang menganggap Syiah bagian dari Islam, tentu akan menolak konflik Suriah sebagai perang agama. Yang terjadi hanyalah konflik beda madzhab. Titik!

Terkait nafsu haus nyawa dan darah yang dimiliki Bashar Assad yang sekaligus penganut paham Syiah Nushairiyah, sebagian orang buru-buru berusaha menutupi. “Syiah itu sebagaimana aliran lainnya. Ada personal yang baik, dan ada personal yang jahat.” Lebih parah lagi, seorang tokoh Islam di Solo, Jawa Tengah yang santer diisukan sebagai Syiah malah berkomentar, “Saya tidak mau mengkafirkan Bashar Assad. Terkait kejahatannya, saya juga tidak mau mengomentari, karena saya tidak kenal dengan Bashar Assad.”

Sementara, ada pula yang mengatakan ini adalah rekayasa Zionis Israel yang berkelindan-bahu dengan Amerika. Rezim Bashar Assad selama ini enggan diajak kerjasama dengan tetangganya yang bernama Israel. Alih-alih hidup rukun, Assad lebih memilih bermesraan dengan Iran, yang banyak dikesankan sebagai satu-satunya negara yang siap “menelan Israel mentah-menetah.” Israel merancang makar didukung Amerika. Memperalat warga lokal yang kemudian “beda madzhab” tadi, lalu terjadilah apa yang sekarang ini terjadi.

Penganut teori ini semakin yakin dengan pemahamannya, ketika Obama bersikeras akan menyerang rezim Assad pasca serangan senjata kimia di Gauthah, Damaskus beberapa waktu lalu. Seperti seirama dengan kelompok Syiah, rencana kehadiran Amerika menjadi cibiran bagi kelompok pemberontak dari kalangan Sunni. Di mata mereka, sebenarnya apa yang disebut banyak media Islams sebagai mujahidin, tak lain adalah antek dan kacung-kacung Amerika. “Sebentar lagi mereka akan berjihad melawan Assad bersama Panglima Amerika,” tulis seorang Facebooker dari kalangan Syiah di Indonesia.

Begitulah, tafsir atas tragedi kemanusiaan yang memilukan di Suriah dibuat sedemikian rumit dan njlimet, sehingga membuat orang lupa atas deret ukur jumlah korban yang belum mengenal tanda-tanda berakhir. Akhirnya, rakyat Suriah pun sendirian menghadapi hari-hari kelabu. Paling-paling hanya “ditemani” sekelompok orang yang masih memiliki kepedulian, entah dari relawan kemanusiaan, maupun sukarelawan jihad. Jumlah yang bila dibandingkan dengan isi dunia bagaikan tetesan air dari jari yang baru dicelupkan dan diangkat dari sebuah samudera.

Untuk sementara, katakanlah Syiah itu bagian dari Islam. Taruhlah bahwa ini hanya konflik madzab semata. Atau, anggap saja memang benar semua ini pekerjaan setan bernama Amerika yang berkelindan dengan Zionis Israel. Namun, apakah semua itu bisa menjadi stempel untuk mendiamkan kezaliman yang selama ini terjadi? Apakah hari ini kita mulai sepakat terhadap konsensus baru bahwa: korban konflik madzab, korban konspirasi Amerika-Israel tidak perlu ditanggapi serius. Sebaliknya, kita harus serius memikirkan konfliknya ketimbang korban. Kita harus lebih asyik membicarakan konspirasinya, daripada berbuat nyata demi menolong manusia. Sekali lagi, ini manusia, bukan benda mati!

Manusia itu tetaplah manusia. Seburuk apapun, pasti masih memiliki naluri untuk peduli terhadap penderitaan sesama. Kecuali bila kepentingan dan tendensi lain lebih besar yang menutupi rasa kemanusiaan itu. Pada akhirnya, ruwetnya tafsir konflik yang sengaja dibikin njlimet mengundang tanda-tanya, tendensi apa di balik semua sikap tak acuh kepada deret panjang daftar korban? Apakah konflik Suriah, yang di satu sisi dimaknai sebagai tragedi kemanusian, sekaligus menjadi penyingkap tabir kepentingan tertentu yang selama ini tersembunyi? Saya sebenarnya mulai meraba jawabnya. Namun sebagai relawan kemanusiaan, terus terang saya sulit menalarnya.

***

Abu Yahya | kontributor kiblat.net | pernah bergabung dalam misi kemanusiaan HASI di Suriah

kiblat.net

Suriah, Bangkitkan Salafi Jihadi

Senin, 22 Juli 2013

Suriah kini menjelma bagai gadis molek “kembang kawasan” Timur Tengah. Semua aktifis jihad berebut meminangnya. Suriah menjadi tanah paling ideal baik secara geopolitik maupun geo-ideologis sebagai habitat jihad pasca revolusi Arab. Bahkan daya tarik ini dirasakan hingga luar kawasan. Tak ada aktifis jihad yang beraliran salafi di belahan bumi manapun kecuali tertarik untuk datang meminang.

Berawal dari Tunisia, merambah ke Mesir, Libya, Yaman dan tampaknya akan berakhir di Suriah. Tak ada yang menyangka sebelumnya bila ending “musim semi” Arab ini akan sangat bernuansa jihad bersenjata. Suriah menjadi “berkah di balik musibah” dengan makin matangnya bentuk akhir revolusi Arab menjadi Jihad fi Sabilillah. Corak yang sangat berbeda dibanding pemicu awal revolusi yang sekedar protes atas kezhaliman rezim.
Kalaupun kelak revolusi ini masih akan menyebar ke negara kawasan yang masih tenang, dinamika Suriah akan mempengaruhi revolusi tersebut, bukan semata protes atas kezhaliman penguasa, tapi sudah lebih puritan dengan aroma perang akhir zaman yang kuat. Perang sipil yang bertujuan mengenyahkan thoghut-thoghut Arab kaki tangan Barat atau menumpas ideologi jahat Syiah atau menekuk musuh abadi umat – Israel. Nafasnya sudah berganti menjadi pertarungan antara al-haqq yang ingin menumbangkan al-bathil, bukan lagi protes jalanan yang menuntut keadilan yang absurd dan kemakmuran yang semu khas tuntutan rakyat yang alam pikirannya serba materi dan nasionalistik.

Suriah, Revolusi Rakyat dengan Spirit Jihad

Konflik Suriah yang sangat brutal – paling brutal diantara yang lain – dengan korban yang mengerikan, waktu yang relatif panjang dan dukungan diam-diam terhadap rezim Bashar Asad dari negera kawasan baik Syiah, Israel maupun kaki tangan Barat yang khawatir bakal menguatnya sentiment jihad, membuat revolusi Suriah punya karakter yang khas. Jihad Suriah berhasil memantik sentimen solidaritas umat Islam dari seluruh kalangan karena melihat saudara mereka berjuang sendirian, satu-satunya sandaran hanya Allah kemudian umat Islam.
Faktor lain yang membuat konflik Suriah terasa khas, adalah banyaknya hadits-hadits nubuwat akhir zaman yang menyebutkan sisi stretagis Suriah, yang dalam istilah zaman Nabi saw disebut negeri Syam. Syam yang meliputi Suriah, Lebanon, Yordania dan Palestina, dinubuwatkan sebagai “negeri titik kumpul dan titik sebar” dan “markas kekuatan umat Islam akhir zaman”. Mujahidin seluruh dunia akan tersedot ke tanah Syam, lalu dari sana bertolak untuk melaksanakan misi penaklukan ke wilayah sekelilingnya.
Kenyataan lapangan dan dukungan spirit ideologi dari nubuwat, menjadikan Suriah memenuhi syarat untuk disebut sebagai basis jihad yang ideal. Jumlah kaum Sunni yang mayoritas juga dipandang sebagai modal kekuatan mujahidin yang hebat jika mampu dipoles dengan sentuhan dakwah salafiyah yang intensif dalam rangka mengikis sisa-sisa pemikiran nasionalisme dan liberalisme. Jihad yang berkecamuk selalu menjadi latar yang ideal untuk mengikis pola pikir nasionalisme dan pemikiran sesat lain. Semakin lama jihad hidup di Suriah, akan makin banyak alumninya yang steril dari syubuhat pemikiran, insyaallah.

Revolusi Arab, Titik Balik dari Salafi menjadi Jihadi

The Regional Center for Strategic Studies (RCSS), lembaga kajian strategis yang bermarkas di Cairo membuat analisa yang menarik tentang kebangkitan salafi jihadi pasca krisis Arab. Salafi dalam pandangan RCSS adalah semua aktifis ahlussunnah. Salafi secara umum dibagi dua, salafi ilmu dan salafi jihadi. Salafi ilmu adalah salafi yang anti kekerasan dalam manhajnya. Sementara salafi jihadi adalah salafi yang kuat mengusung tema jihad bersenjata dan perlawanan, baik kepada penguasa lokal maupun kekuatan global. Lihat http://rcssmideast.org/التحليلات/الأمن-الأقليمى/المظلة-الجهادية.html
Sebelum Arab spring, yang mendominasi Timur Tengah adalah salafi jinak, salafi sebagai spirit dakwah dan pengamalan sunnah. Bahkan terdapat trend eksodus kaum jihadis menjadi salafi jinak, misalnya kasus Jamaah Islamiyah dan Jamaah Jihad di Mesir,  Jamaah Islamiyah al-Muqotilah di Libya dan FIS di Aljazair yang sebelumnya konsisten di jalur salafi jihadi yang kental nuansa konfrontasi, berpindah menjadi salafi damai. Tapi setelah pecah revolusi Arab, peta berbalik secara dramatis. Seluruh negara Timur Tengah bergemuruh berbondong-bondong pindah payung, tadinya payung salafi kalem, menjadi salafi jihadi.
Bahkan dalam analisa RCSS, kaum jihadi untuk bisa terjinakkan, memerlukan waktu yang sangat lama dan membutuhkan perdebatan ilmiah panjang. Sementara perpindahan dari salafi menjadi jihadi, punya kecepatan tak tertandingi. Peta salafi Timur Tengah dan Afrika Utara hari ini sudah didominasi oleh salafi jihadi, sebagai dampak langsung dari revolusi Arab. Jamaah Islamiyah Mesir yang sebelumnya sudah jinak, dengan revolusi Mesir, mereka kembali mengeluarkan jargon-jargon yang lebih dekat untuk dikategorikan jihadi. Semenanjung Sinai kini sudah menjelma menjadi markas kaum jihadis dengan memanfaatkan gurunnya yang luas.
Dan Suriah sebagai ending revolusi Arab menjadi kolam penampungan ideal bagi kaum salafi jihadi, atau setidaknya titik orientasi perjalanan. Bahkan para aktifis dari masing-masing negara sudah mencanangkan jargon: min huna nabda’ wa fie syam naltaqiy  (dari sini kita berawal – merujuk tempat lokal masing-masing – dan di Syam kita akan bertemu). Tampaknya kawasan Suriah akan menjadi kampus jihad masa depan, setelah era 80-an hal itu terjadi di Afghanistan. Bukan hanya kampus, bahkan basis mujahidin yang siap menyebar ke kawasan dengan nafas jihad fi sabilillah yang murni.Semoga bertemu kembali sobat, di Syam ! ilalliqa’ fi Syam ! Wallahu a’lam.

sumber : lasdipo

Alumni Jihad Afghanistan : Bicara Suriah Berarti Kita Bicara Aqidah

Rabu, 17 Juli 2013

Ketika kita sedang bicara Suriah, maka kita bukan bicara politik dan kemanusiaan.
“Tapi kita sedang bicara Aqidah” Jelas alumnus akademi militer mujahidin Afghanistan Ustad Abu Rusydan.
Bertempat di Masjid Mujahidin Surabaya, Minggu (19/05/2013). Abu Ruysdan dengan gamblang memaparkan ancaman serius gerakan Syiah baik dari tragedi yang terjadi di Suriah saat ini.
“Syiah Nushairiyah tidak berubah dari asalnya. Prinsip yang menjadi permasalahan dasar mereka adalah gerakan Bathiniyah, Syiah Ghulat, dan dibentuk oleh orang-orang yang memusuhi Islam.” Jelasnya dalam kegiatan beda buku “Rezim Syiah Nushairiyah” dari AlJazeera Publishing tersebut.
Mengutip pendapat syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Abu Rusydan menilai kelompok Syiah dari pemerintah Bashar Al Assad bukan hanya sesat. dan berada diluar Islam
“Mereka juga berbahaya dibanding musuh-musuh yang sudah disadari kaum muslimin.” Tambahnya.
Dari sittu, Abu Ruysdan berharap umat Islam di Indonesia mau belajar dari tragedi Suriah. Apapun bentuk alirannya, jika ia berlatar belakang Syiah maka ia akan selalu menyimpan misi untuk merusak Islam.
“Umat Islam itu satu tubuh, jika satu bagian merasa sakit maka seluruh bagian ikut merasa sakit” Jelasnya berapi-api.

Tarbiyah Jihadiyah : Merajut Kemuliaan Umat

Sebagaimana yang terjadi di Syam hari ini pasca perjanjian Sykes Picot tahun 1916 antara aliansi kuffar Inggris dan Perancis serta Rusia dimana mereka memecah belah kaum muslimin menjadi empat wilayah yang ditegakkan diatas dasar kebangsaan (nasionalisme) menjadi negara Libanon, Yordania, Suriah dan Palestina. Maka kaum muslimin dimana saja mengalami berbagai musibah dan kehinaan yang secara langsung ditimpakan orang-orang kafir maupun secara tidak langsung berupa bencana-bencana yang Alloh Azza wa Jalla gerakkan melalui alam ciptaanNya.

Sudah seharusnya kita semua sadar bahwa bencana–bencana yang menimpa kita adalah dikarena kesalahan dan ulah tangan kita sendiri. Alloh Azza wa Jalla tidak menimpakan berbagai musibah itu melainkan agar kita kembali kepada ajaranNya yang agung secara menyeluruh. Bencana–bencana itu terjadi karena kita –kaum muslimin sendiri– melakukan berbagai pelanggaran terhadap hal–hal yang pokok dalam Diinul Islam (ushuluddin) yakni :

  1. Menerima kesesatan paham nasionalisme sebagai asas dan sistim ber-Negara padahal bertentangan dengan Diinul Islam .
Sejarah memperlihatkan bahwa ada kesalahan langkah dalam menyusun pembentukan Negara yang dihuni mayoritas kaum muslimin. Yakni memakai manhaj mudahanah (sikap lemah lembut) dengan kaum kafir  yang mengharuskan kita untuk melepas asas Syari’at dan menerima asas nasionalisme, sehingga  rusaklah prinsip–prinsip diinul Islam yang mestinya harus  kita tegakkan.  Penyimpangan tersebut mengakibatkan turunnya bermacam-macam azab dari Alloh Azza wa Jallla hingga hari ini .

Hal ini jelas diterangkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya :
 “ Dan Sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap kami; dan kalau sudah begitu tentu|ah mereka mengambil kamu Jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu Hampir-hampir condong sedikit kepada mereka, Kalau terjadi demikian, benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap kami. “  (QS Al Israa’: 73-75)

Padahal paham nasionalisme sama sekali tidak terkait dengan Islam bahkan satu sama lain jelas saling bertentangan. Golongan yang pertamakali mengamalkan nasionalisme adalah orang– orang Yahudi yang dimurkai Alloh. Yakni nampak ketika kalangan Bani Israel itu menolak kerasulan nabi Muhammad Sholallohu ‘alaihi wa sallam hanya lantaran beliau bukan dari kalangan mereka yang keturunan nabi Ya’kub ‘alaihis sallam sedangkan Nabi Muhammad Sholallohu ‘alaihi wa sallam adalah bangsa Arab ketururunan nabi Ismail ‘alaihis sallam. Orang–orang Yahudi sebenarnya tahu kebenaran akan kerasulan Nabi Muhammad Sholallohu ‘alaihi wa sallam namun semangat ‘nasionalisme’ itu menyuruh mereka berdusta dan menolak kebenaran.

Jika ada yang mengawinkan Islam dengan Nasionalisme, maka jelas mereka melanggar prinsip– prinsip pokok Diinul Islam. Islam memandang siapapun dan apapun kebangsaan serta kewarganegaraannya selama mereka muslim, mereka adalah saudara kita sedangkan ajaran nasionalisme mengajarkan bahwa persaudaraan hanya dibatasi tanah kelahiran, lokasi tinggal dan asal keturunan. Maka sesungguhnya bencana peperangan yang buruk dan keji yang terjadi antar ummat manusia tanpa alasan yang haq adalah bermula dari paham nasionalisme yang amat sempit dan picik ini .

Menerima demokrasi sebagai alat perjuangan menegakkan Islam dimana hal ini sejatinya bertentangan dengan petunjuk Alloh dan RasulNya.
Kesalahan fatal yang telah kami terangkan diatas  bukan segera dikoreksi malah kaum muslimin justru terjebak dengan kesalahan berikutnya. Mereka mengadopsi ‘anak haram’ kaum kuffar Barat berupa demokrasi sebagai alat untuk memperjuangkan Islam, akhirnya langkah perjuangan mereka makin menjauh dari ketentuan–ketentuan Syari’at, Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un ….

Padahal  Alloh dalam telah menjelaskan dalam firmanNya :

Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain )  karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.(QS Al An’aam : 153)

Akibat menerima paham syirik ini, kaum muslimin berpecah belah bukan hanya pada label golongan dan bendera partai tapi mereka juga tidak lagi peduli dengan prinsip–prinsip Diinul Islam. Dalam merebut suara rakyat berbagai prinsip dikorbankan dan banyak cara dilakukan walaupun menyelisihi nilai dan kaedah kebenaran. Prinsip mudalisin (penjilatan) dan mudahanah (pelembutan sikap) diamalkan padahal mencederai aqidah tauhid. Bahkan akhirnya muncul sikap ruknun (cenderung pada kezaliman) dan tawalli (mendukung kekafiran ) yang jelas–jelas mengeluarkan pelakunya dari Islam pun mereka lakukan . Itulah sebagai akibat dan tuntutan ajaran demokrasi .

Ummat Islam tidak mengamalkan secara kaaffah sehingga ditimpakan siksa oleh Alloh berupa kehinaan di dunia .
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah Balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat. (Qs Al Baqoroh : 85)

Walaupun khithob ayat ini awalnya adalah kaum Yahudi namun ibrahnya menjadi umum dan dapat menimpa siapa saja yang berperilaku sama dengan Yahudi termasuk kaum muslimin . Setelah kaum muslimin mengikuti langkah buruk Yahudi dengan memilih nasionalisme sesat sebagai dasar pembentukan Negara dan mengadopsi demokrasi yang syirk sebagai jalan perjuangan, maka kesesatan berikutnya adalah sikap memilah dan memilih ajaran Islam yang selaras dengan hawa nafsunya. Naudzubillah min dzalik !

Di pentas masyarakat, kita disodorkan berbagai paradoks (kondisi saling berbenturan) yang membingungkan dan melahirkan kepribadian ummat yang terbelah  (split personality) hingga pada akhirnya justru membentuk karakter hipokrit (munafik) yang amat berbahaya bagi kaum muslimin itu sendiri. Sebab kaum munafik semacam inilah yang berperan utama sebagai agen–agen perusak Islam dan pelemah kaum muslimin dari dalam yang sangat tidak mudah bagi kita dalam menghadapinya.

Apalagi kalau kaum munafik inilah yang memegang kendali masyarakat dengan kekuasaan sistim dan senjata maka akan hancurlah masyarakat karena mereka akan mengumbar kemunkaran dengan memberi izin dan perlindungan terhadap tempat dan aktivitas serta pelaku kemunkaran. Sebaliknya, mereka akan menekan, mengintimidasi bahkan menangkap dan menyiksa pelaku amar ma’ruf nahi munkar dengan tuduhan mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. Oleh sebab itu , jika kita menyerukan apalagi melakukan Jihad maka segera tuduhan teroris akan segera mereka tempelkan. Pesantren sebagai tempat menyemai aqidah, syari’at dan akhlaq dituduh sarang teroris karena memang dari sinilah lahir para da’i dan mujahid yang gemar beramar ma’ruf nahi munkar serta suka berjihad dijalan Alloh.

Sebagai orang yang beriman, kita tidak mau terus menerus tenggelam dalam kekeliruan yang membahayakan nasib kita di dunia dan akherat. Satu–satunya jalan selamat bagi kita adalah mewujudkan agenda Tarbiyah Jihadiyah secara totalitas dan bersungguh–sungguh dimana sasaran pokok Tarbiyah Jihadiyah adalah meluruskan kehidupan kita sekarang dengan mewujudkan langkah–langkah sebagai berikut:

  1. Tashfiyatul Aqidah , yakni memurnikan keyakinan kita dari segala hal yang merusak iman seperti syirk, nifaq, fasiq serta ideology–ideology kufur lainnya, baik secara individu, masyarakat maupun Negara .
  2. Tajdiidul ‘Amal , yakni memperbaharui amaliyah ‘ubudiyah dan mu’amalah kita dari hal-hal yang menyelisihi Sunnah seperti bid’ah, riba, sistim pemerintahan jahiliyah dan sebagainya .
  3. Tahriirul Ummah, yakni melibatkan diri dan ummat dalam perjuangan pembebasan kaum muslimin dari kehinaan yang meliputi kehidupan mereka saat ini kepada kemuliaan Islam dan kaum muslimin dengan jalan yang disunnahkan yaitu dakwah dan jihad. Dan dengan sasaran yang jelas menuju terbentuknya baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur baik dalam skala lokal maupun global.

Dan kita juga paham, bahwa hal itu semua harus kita lakukan dalam bingkai aqidah dan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah hingga Alloh Azza wa Jalla berkenan mendatangkan kecintaanNya dalam bentuk pertolonganNya yang amat kuat dan tidak terkalahkan. Menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jama’ah apalagi bermudahanah dengan firqoh-firqoh dholalah yang bersumber dari empat golongan besar yakni Khawarij, Syiah, Mu’tazilah dan Murjiah walaupun terkesan kuat karena seolah-olah wujud persatuan ummat namun sesungguhnya akan justru menggiring kaum muslimin pada kesesatan baru yang lebih fatal dan justru tidak akan menyelamatkan ummat, baik dunia maupun akherat.

(bumisyam.com)
Sebagaimana yang terjadi di Syam hari ini pasca perjanjian Sykes Picot tahun 1916 antara aliansi kuffar Inggris dan Perancis serta Rusia dimana mereka memecah belah kaum muslimin menjadi empat wilayah yang ditegakkan diatas dasar kebangsaan (nasionalisme) menjadi negara Libanon, Yordania, Suriah dan Palestina. Maka kaum muslimin dimana saja mengalami berbagai musibah dan kehinaan yang secara langsung ditimpakan orang-orang kafir maupun secara tidak langsung berupa bencana-bencana yang Alloh Azza wa Jalla gerakkan melalui alam ciptaanNya.

Sudah seharusnya kita semua sadar bahwa bencana–bencana yang menimpa kita adalah dikarena kesalahan dan ulah tangan kita sendiri. Alloh Azza wa Jalla tidak menimpakan berbagai musibah itu melainkan agar kita kembali kepada ajaranNya yang agung secara menyeluruh. Bencana–bencana itu terjadi karena kita –kaum muslimin sendiri– melakukan berbagai pelanggaran terhadap hal–hal yang pokok dalam Diinul Islam (ushuluddin) yakni :

  1. Menerima kesesatan paham nasionalisme sebagai asas dan sistim ber-Negara padahal bertentangan dengan Diinul Islam .
Sejarah memperlihatkan bahwa ada kesalahan langkah dalam menyusun pembentukan Negara yang dihuni mayoritas kaum muslimin. Yakni memakai manhaj mudahanah (sikap lemah lembut) dengan kaum kafir  yang mengharuskan kita untuk melepas asas Syari’at dan menerima asas nasionalisme, sehingga  rusaklah prinsip–prinsip diinul Islam yang mestinya harus  kita tegakkan.  Penyimpangan tersebut mengakibatkan turunnya bermacam-macam azab dari Alloh Azza wa Jallla hingga hari ini .
Hal ini jelas diterangkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya :
 “ Dan Sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap kami; dan kalau sudah begitu tentu|ah mereka mengambil kamu Jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu Hampir-hampir condong sedikit kepada mereka, Kalau terjadi demikian, benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap kami. “  (QS Al Israa’: 73-75)
Padahal paham nasionalisme sama sekali tidak terkait dengan Islam bahkan satu sama lain jelas saling bertentangan. Golongan yang pertamakali mengamalkan nasionalisme adalah orang– orang Yahudi yang dimurkai Alloh. Yakni nampak ketika kalangan Bani Israel itu menolak kerasulan nabi Muhammad Sholallohu ‘alaihi wa sallam hanya lantaran beliau bukan dari kalangan mereka yang keturunan nabi Ya’kub ‘alaihis sallam sedangkan Nabi Muhammad Sholallohu ‘alaihi wa sallam adalah bangsa Arab ketururunan nabi Ismail ‘alaihis sallam. Orang–orang Yahudi sebenarnya tahu kebenaran akan kerasulan Nabi Muhammad Sholallohu ‘alaihi wa sallam namun semangat ‘nasionalisme’ itu menyuruh mereka berdusta dan menolak kebenaran.
Jika ada yang mengawinkan Islam dengan Nasionalisme, maka jelas mereka melanggar prinsip– prinsip pokok Diinul Islam. Islam memandang siapapun dan apapun kebangsaan serta kewarganegaraannya selama mereka muslim, mereka adalah saudara kita sedangkan ajaran nasionalisme mengajarkan bahwa persaudaraan hanya dibatasi tanah kelahiran, lokasi tinggal dan asal keturunan. Maka sesungguhnya bencana peperangan yang buruk dan keji yang terjadi antar ummat manusia tanpa alasan yang haq adalah bermula dari paham nasionalisme yang amat sempit dan picik ini .
Menerima demokrasi sebagai alat perjuangan menegakkan Islam dimana hal ini sejatinya bertentangan dengan petunjuk Alloh dan RasulNya.
Kesalahan fatal yang telah kami terangkan diatas  bukan segera dikoreksi malah kaum muslimin justru terjebak dengan kesalahan berikutnya. Mereka mengadopsi ‘anak haram’ kaum kuffar Barat berupa demokrasi sebagai alat untuk memperjuangkan Islam, akhirnya langkah perjuangan mereka makin menjauh dari ketentuan–ketentuan Syari’at, Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un ….
Padahal  Alloh dalam telah menjelaskan dalam firmanNya :
Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain )  karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.(QS Al An’aam : 153)
Akibat menerima paham syirik ini, kaum muslimin berpecah belah bukan hanya pada label golongan dan bendera partai tapi mereka juga tidak lagi peduli dengan prinsip–prinsip Diinul Islam. Dalam merebut suara rakyat berbagai prinsip dikorbankan dan banyak cara dilakukan walaupun menyelisihi nilai dan kaedah kebenaran. Prinsip mudalisin (penjilatan) dan mudahanah (pelembutan sikap) diamalkan padahal mencederai aqidah tauhid. Bahkan akhirnya muncul sikap ruknun (cenderung pada kezaliman) dan tawalli (mendukung kekafiran ) yang jelas–jelas mengeluarkan pelakunya dari Islam pun mereka lakukan . Itulah sebagai akibat dan tuntutan ajaran demokrasi .
Ummat Islam tidak mengamalkan secara kaaffah sehingga ditimpakan siksa oleh Alloh berupa kehinaan di dunia .
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah Balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat. (Qs Al Baqoroh : 85)
Walaupun khithob ayat ini awalnya adalah kaum Yahudi namun ibrahnya menjadi umum dan dapat menimpa siapa saja yang berperilaku sama dengan Yahudi termasuk kaum muslimin . Setelah kaum muslimin mengikuti langkah buruk Yahudi dengan memilih nasionalisme sesat sebagai dasar pembentukan Negara dan mengadopsi demokrasi yang syirk sebagai jalan perjuangan, maka kesesatan berikutnya adalah sikap memilah dan memilih ajaran Islam yang selaras dengan hawa nafsunya. Naudzubillah min dzalik !
Di pentas masyarakat, kita disodorkan berbagai paradoks (kondisi saling berbenturan) yang membingungkan dan melahirkan kepribadian ummat yang terbelah  (split personality) hingga pada akhirnya justru membentuk karakter hipokrit (munafik) yang amat berbahaya bagi kaum muslimin itu sendiri. Sebab kaum munafik semacam inilah yang berperan utama sebagai agen–agen perusak Islam dan pelemah kaum muslimin dari dalam yang sangat tidak mudah bagi kita dalam menghadapinya.
Apalagi kalau kaum munafik inilah yang memegang kendali masyarakat dengan kekuasaan sistim dan senjata maka akan hancurlah masyarakat karena mereka akan mengumbar kemunkaran dengan memberi izin dan perlindungan terhadap tempat dan aktivitas serta pelaku kemunkaran. Sebaliknya, mereka akan menekan, mengintimidasi bahkan menangkap dan menyiksa pelaku amar ma’ruf nahi munkar dengan tuduhan mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. Oleh sebab itu , jika kita menyerukan apalagi melakukan Jihad maka segera tuduhan teroris akan segera mereka tempelkan. Pesantren sebagai tempat menyemai aqidah, syari’at dan akhlaq dituduh sarang teroris karena memang dari sinilah lahir para da’i dan mujahid yang gemar beramar ma’ruf nahi munkar serta suka berjihad dijalan Alloh.
Sebagai orang yang beriman, kita tidak mau terus menerus tenggelam dalam kekeliruan yang membahayakan nasib kita di dunia dan akherat. Satu–satunya jalan selamat bagi kita adalah mewujudkan agenda Tarbiyah Jihadiyah secara totalitas dan bersungguh–sungguh dimana sasaran pokok Tarbiyah Jihadiyah adalah meluruskan kehidupan kita sekarang dengan mewujudkan langkah–langkah sebagai berikut:
  1. Tashfiyatul Aqidah , yakni memurnikan keyakinan kita dari segala hal yang merusak iman seperti syirk, nifaq, fasiq serta ideology–ideology kufur lainnya, baik secara individu, masyarakat maupun Negara .
  2. Tajdiidul ‘Amal , yakni memperbaharui amaliyah ‘ubudiyah dan mu’amalah kita dari hal-hal yang menyelisihi Sunnah seperti bid’ah, riba, sistim pemerintahan jahiliyah dan sebagainya .
  3. Tahriirul Ummah, yakni melibatkan diri dan ummat dalam perjuangan pembebasan kaum muslimin dari kehinaan yang meliputi kehidupan mereka saat ini kepada kemuliaan Islam dan kaum muslimin dengan jalan yang disunnahkan yaitu dakwah dan jihad. Dan dengan sasaran yang jelas menuju terbentuknya baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur baik dalam skala lokal maupun global.
Dan kita juga paham, bahwa hal itu semua harus kita lakukan dalam bingkai aqidah dan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah hingga Alloh Azza wa Jalla berkenan mendatangkan kecintaanNya dalam bentuk pertolonganNya yang amat kuat dan tidak terkalahkan. Menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jama’ah apalagi bermudahanah dengan firqoh-firqoh dholalah yang bersumber dari empat golongan besar yakni Khawarij, Syiah, Mu’tazilah dan Murjiah walaupun terkesan kuat karena seolah-olah wujud persatuan ummat namun sesungguhnya akan justru menggiring kaum muslimin pada kesesatan baru yang lebih fatal dan justru tidak akan menyelamatkan ummat, baik dunia maupun akherat.
- See more at: http://www.bumisyam.com/tarbiyah/tarbiyah-jihadiyah-merajut-kemuliaan-umat.html#sthash.wh3wOVWL.dpuf

UU Penodaan Agama Yes, UU Terorisme & UU Pendanaan Terorisme No !!



Beberapa bulan terakhir, kelompok Syi’ah dan aliran-aliran sesat lainnya yang didukung oleh aktivis dan kelompok liberal mulai gencar mengajukan uji materi Uji Materi (Judicial Review) Peraturan Presiden No. 1/PNPS/1965 yang sudah diundangkan melalui UU No 5/1969 yang membahas tentang penistaan dan penodaan agama ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Diantara LSM liberal yang mengajukan uji materi adalah Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Ikatan Jama’ah Ahlulbait Indonesia (IJABI), Perkumpulan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Perkumpulan Pusat Studi HAM dan Demokrasi (Demos), Perkumpulan Masyarakat Setara, Yayasan Desantara, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan lain-lain.

Dalam gugatannya, mereka mempersoalkan ketentuan dalam Pasal 1 UU tersebut yang berbunyi, ”Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan agama itu, penafsiran dan kegiatannya”.

Selain itu, aktivis dan kelompok liberal serta orang-orang Syi’ah tersebut juga mempersoalkan Pasal 2 Ayat (1) dan (2), Pasal 3, serta Pasal 4a yang mengatur ancaman pidana atas pelanggaran Pasal 1. Disebutkan, pelanggaran pidana diancam dengan hukuman penjara maksimal lima tahun.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum MIUMI, Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi, MA. Phil. mengatakan bahwa orang-orang liberal, khususnya orang-orang Syi’ah, dalam mengajukan uji materi tersebut memang sangat rapi dan terencana karena mereka memang punya power terhadap para penguasa. Meski tahun 2010 MK sudah menolak uji materi tersebut, tapi mereka masih saja bersikukuh untuk menggoalkan tujuannya agar UU Penistaan Agama itu dicabut MK.

“Orang-orang ini juga mempunyai lobi-lobi terhadap pejabat. Dan ini kita masih mencoba agar tidak  menimbulkan masalah dan bahaya dikemudian hari,” katanya kepada voa-islam seusai mengisi kajian ilmiyah “Problematika Pemikiran Syi’ah” di gedung pertemuan kompleks masjid Istiqlal Sumber, Krajan, Solo beberapa waktu lalu.

Terkait dengan Syi’ah, Gus Hamid menerangkan, bahwa perkembangan kelompok satu ini begitu pesat di Indonesia. Bahkan sudah ratusan yayasan yang mereka bentuk. Tak hanya yayasan saja, tempat pendidikan, penerbitan, radio, TV juga sudah menunjukkan tajinya. “Syi’ah di Indonesia mulai menunjukkan gerakannya dalam berbagai bidang. Penerbitan, advokasi, yayasan, pendidikan, dan mereka luar biasa semangatnya,” terangnya.

Hamid mengharap, umat Islam bisa mencontoh semangat yang ditunjukkan oleh orang-orang liberal dan syi’ah dalam mengajukan uji materi UU Penistaan Agama tersebut. Menurutnya, umat islam, khususnya aktivis dan tokoh-tokoh elemen islam punya PR besar untuk menuntut dicabutnya UU Terorisme dan UU Pendanaan Terorisme yang kemarin baru saja disahkan oleh DPR.

Pasalnya, dengan adanya UU tersebut, menjadi dasar pembenaran dan landasan hukum bagi Densus 88 untuk bertindak semena-mena dan menembak mati siapa saja yang “dianggap” sebagai teroris. “Seharusnya umat islam dan para tokoh lebih gencar untuk menuntut pencabutan UU Terorisme yang merugikan umat Islam itu,” pungkasnya.(voa-islam.com) 

Kajian tentang Hukum Masuk ke Parlemen

Bagaimanakah Hukumnya Bagi Orang Muslim yang Masuk Keparlemen? Soal Jawab Islam. Nara Sumber : Ustadz Abu Rusydan. Menjawab pertanyaan : Bagaimanakah Hukumnya Bagi Orang Muslim yang Masuk Keparlemen?

Sumber (Kiblat.net)

Syeikh Ayman Az-Zawahiri Serukan Berjihad ke Suriah

Syeikh Ayman az-Zawahiri, Amir Al-Qaeda, mendesak umat Islam untuk bersatu dan bergabung dalam pertempuran di Suriah untuk menggulingkan presiden diktator Assad dan untuk mencegah pemerintah sekutu Amerika memimpin Suriah pasca digulingkannya Assad, lansir KC pada Kamis (6/6/2013).
Menurut Associated Press, Syeikh Ayman menyerukan umat Islam di mana pun untuk mendedikasikan hidup, uang dan keahlian mereka untuk melawan rezim Assad.

Syeikh Ayman telah mengecam militan “Hizbullah” Syiah Libanon dan Iran yang mendukung Assad, seperti dilansir dari arrahmah.com.

Syeikh Ayman juga menyerukan umat Islam untuk “mengatasi perbedaan mereka” dan melawan perluasan pengaruh Syiah di Suriah, AP menambahkan.

“Amerika, instansi dan sekutunya ingin kalian menumpahkan darah kalian dan darah anak-anak dan kaum perempuan kalian untuk menurunkan rezim kriminal Baath, dan kemudian mendirikan sebuah pemerintahan yang loyal kepada mereka dan untuk menjaga keamanan ‘Israel’,” katanya seperti dikutip Reuters.

Pesan itu disampaikan dalam rekaman berdurasi 22 menit yang diposting pada hari Kamis di sebuah situs yang biasa digunakan oleh Al-Qaeda, lapor Reuters.

Dalam audio yang berdurasi 22 menit itu juga menampilkan rekaman pesan Syaikh Umar Abdurrahman -fakallahu asrahu- yang kini berada di penjara Guantanamo.

 [arrahmah/annajah/almustaqbal]

Kajian Demokrasi Menurut Islam


Demokrasi sebagai sebuah sistem yang menjalankan roda kehidupan saat ini (termasuk di negeri-negeri kaum muslimin), menimbulkan pengaruh yang dahsyat terhadap kehidupan.

Bagaimanakah Pengertian Demokrasi Menurut Persepsi Islam? Ustadz Abu Rusydan mengupasnya.
Sumber : Kiblat.net


Gugatan Syiah pada MUI, Bentuk Perlawanan Syiah pada Ahlu Sunnah

Terkait gugatan kelompok sesat Syi'ah terhadap Fatwa Sesat Syi’ah yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, Ustadz Abu Fati’ah Al-Adnani mengingatkan umat Islam untuk mewaspadai hal tersebut.
Gugatan yang dilayangkan kalangan Syi'ah Gugatan yang dilayangkan kalangan Syi’ah di Pengadilan Negeri (PN) Pusat Jakarta itu, dinilai penulis best seller buku-buku bertemakan akhir zaman ini sebagai sebuah langkah awal perlawanan kaum Syi’ah di Indonesia terhadap Ahlu Sunnah.
...Iya jelas. Ini sebuah langkah awal perlawanan secara terang-terangan kelompok Syi’ah...
Dirinya menambahkan, gugatan tersebut dijadikan kelompok Syi’ah untuk mengukur sejauh mana respon ahlu sunnah. Selain itu, dengan “uji coba” tersebut juga akan digunakan kelompok Syi’ah sebagai tolak ukur kekuatan muslim sunni di Indonesia.

“Iya jelas. Ini sebuah langkah awal perlawanan secara terang-terangan kelompok Syi’ah,” katanya kepada voa-islam.com pada Selasa (4/6/2013) di Solo Jawa Tengah.


Salah satu pengajar Ponpes Darusy Syahadah Simo Boyolali ini menegaskan bahwa umat Islam tidak boleh diam saja dengan sikap “permusuhan” yang ditunjukkan kelompok Syi’ah tersebut. Umat Islam, kata Ustadz Abu Fatiah harus melakukan perlawanan guna menghadang laju perlawanan kelompok Syi’ah yang lebih besar lagi.

Namun dirinya menghimbau, sikap perlawanan muslim sunni di Indonesia jangan menggunakan bentuk fisik. Jika untuk saat ini fisik yang digunakan, maka umat Islam akan mendapatkan madhorotnya. Sebab, sekarang ini kalangan Syi’ah dilihat mempunyai peran untuk mengontrol opini di masyarakat yang cukup kuat melalui media massa.
...Kalau perlawanan (dari umat Islam -red) ya harus. Namun kita sekarang inikan hidup di negara Demokrasi, maka perlawanan dalam bentuk menyampaikan hujjah saat ini sudah cukup untuk melawan mereka...
Apalagi, saat ini muslim sunni di Indonesia meskipun mayoritas hidup di negara yang bukan di atur dengan sistem Islam. Jika fisik yang digunakan, meskipun tindakan ahlu sunnah itu benar, tetap saja akan di beritakan dan di opinikan salah dan jelek.
“Kalau perlawanan (dari umat Islam -red) ya harus. Namun kita sekarang inikan hidup di negara Demokrasi, maka perlawanan dalam bentuk menyampaikan hujjah saat ini sudah cukup untuk melawan mereka,” terangnya.

“Coba kita lihat kasus pembubaran dan penutupan tempat kegiatan Ahmadiyah. Meskipun umat Islam sudah menggunakan cara dan jalur yang benar, proses mediasi sudah dilalui, tetap saja kan, media memberitakan yang buruk-buruk. Ini karena orang-orang Syi’ah punya power mengontrol opini publik di masyarakat,” tandasnya.(voa-islam.com)

NII dan Transformasi dalam Tandzim Jihadi


Membaca “Inside Jihad” karya Omar Nasiri, intel Prancis yang menusup ke sel Al-Qaeda di kamp Afghan, saya banyak hal yang menarik dari buku ini. Antara lain adalah cerita bagaimana ia menyusup dan mengikuti pelatihan militer. Meski agak memalukan karena yang memberi info adalah seorang mujrim, tapi deskripsi-deskripsi yang ia tulis sangat menarik.

Secara positif, saya jadi tahu lebih gamblang ihwal laboratorium besar bernama Afghan; bahwa nun jauh di sana sekelompok umat bekerja dengan sangat serius, lengkap dengan segala fasilitas persenjataan modern. Himpunan muslim dari berbagai latar belakang suku dan bahasa, tengah melebur diri menjadi satu suku; suku tuntas dan suku mujahid. Ada magma di sana.

Otak kiri saya berbicara dan otak kanan berkelana; fenomena apa ini? Adakah mereka adalah eksistensi dari janji Rasul tentang thaifah manshurah? Merekakah kelompok inti umat ini? Adakah mereka jenis “cagar alam” yang tak bisa dipunahkan, paling tidak ideologinya? Apa rahasia besar Allah dibalik fenomena ini? Adakah mereka entitas yang selalu memenangkan peperangan?

Membaca tulisan Omar Nasiri ini bak menonton urutan serial pertunjukan ‘maha dahsyat’, saya mendapat release terbaru Al-Qaeda media Ramadhan 1428 H. Aiman Adz-Dzawahiri dengan ditemani buku-buku dan sepucuk Kalasinkhov tengah berorasi. Permunculannya kali ini seolah tengah mengejek Bush bahwa ia sangat santai menghadapi tekanan Amerika. Back-drop syutingnya memberi pesan kuat yang lazim disebut dalam buku-buku siyayasah syar’iyyah bahwa agama ini harus ditopang dua hal: Kitab dan Pedang.

Aiman Adz-Dzawahiri tengah menyampaikan progress report perlawanan globalnya di seluruh dunia. Dimulai antara lain dengan tayangan sebuah tekad koalisi antara dua kekuatan besar: Thaliban dan Al-Qaeda. Thaliban berposisi sebagai anshar sementara Al-Qaeda sebagai muhajir. Al-Qaeda menegaskan tekadnya untuk sami’na wa-atha’na kepada Amirul Mukminin: Mullah Umar, sementara Thaliban yang diwakili Mullah Dadullah bertekad menjadikan Afghan sebagai parit perlindungan pagi mujahidin seluruh dunia. Sebuah kekuatan yang tidak bisa dianggap enteng. Selanjutnya Aiman menyampaikan permunculan gerakan perlawanan global di berbagai penjuru dunia. Dimulai dari Irak; Somalia, Maghribi, Palestina dan lain-lain.

Ya.. bak sebuah urutan serial, kini bukan sekadar deskripsi normatif seorang Omar Nasiri di era 90-an, tapi sudah dalam bentuk aktualisasi. Release ini menegaskan fenomana ‘istikhdamul-quwwah’ yang lebih terprogram dan terorganisir. Jika selama ini saya hanya menduga mereka terpimpin secara ideologis, tapi kali ini saya harus mengakui mereka mulai terpimpin secara siyasi. Nampaknya, tren ke depan kelompok ini akan mengisi lakon utama sebagai kelompok perlawanan terhadap adikuasa di dunia ini.

Tiba-tiba ingatan saya kembali ke belakang, pada ruang dan waktu saya berada. Di bumi saya Indonesia, pernah tercatat sebuah  perlawanan anak bangsa dengan jalan pedang terhadap pemerintahnya yang dinilai sekuler. Kelompok itu menamakan diri Negara Islam Indonesia atau NII. Pasca ditangkapnya sang Imam; Kartosuwiryo, gerakan ini menjelma menjadi gerakan klandestin. Sayang, dalam perjalanan gerakannya, qiyadah yang sudah menjadi tua, kurang bisa mengikuti transformasi. Mereka sering terjebak pada kebanggaan nostalgia sejarah. Tidak ada basis pemikiran yang dibangun secara kuat dan permanen, kecuali hanya dogma global bernama jihad. Kultur  yang dibangun pun tidak nyambung dengan ruang di mana mereka berada hingga memaksakan ruang negara ke ruang gerakan. Budaya mencuri  pun merajalela atas dalih fa’i.

Kelompok muda gelisah. NII dinilai sudah tidak menjawab tuntutan zaman. Ada yang kemudian bermetamorfosa menjadi gerakan tarbiyah, dan ada pula yang memilih pergi ke Afghanistan untuk berjihad. Dalam sebuah kesempatan, saya pernah mewawancarai Abu Rusydan, sosok yang didakwa sebagai petinggi Jamaah Islamiyah. “Apakah Abdullah Sungkar memberangkat muridnya ke Afghan melalui jalur NII?” Ia menjawab: “Tidak, justru NII nunut ke beliau.” “Apa latar belakang AS kemudian memisahkan diri dari NII?” tanya saya: “NII dinilai sudah tidak mampu menjawab persoalan jihad aktual masa itu.”

Transformasi begitu penting, karena sebuah ideologi diajarkan bukan untuk mengisi ruang kosong. Kita bisa berkaca pada perjalanan Rasulullah. Dalam buku sirah, selalu disebutkan era pra kenabian dan pasca kenabian. Hal yang menegaskan bahwa Rasulullah itu menjawab sesuatu; Ada masalah sosial yang disolusi. Dalam konteks tulisan ini saya hanya ingin menyampaikan; mari kita amati “fenomena perlawanan global” ini. Untuk selanjutnya mencoba menyinkronkan “takwin quwwah” -sebagaimana grand umumnya gerakan di Indonesia- dengan “istikhdam quwwah”. Tentu ini bukan hal gampang karena terkait bagaimana menyinkronkan idealisme dengan istitho’ah.

“Perlawanan global” ini tidak lahir serta-merta. Usamah bin Ladin telah lama merintisnya. Ia juga bukan jenis perlawanan sporadis, tapi didesain memiliki daya kenyal yang lama. Ini menarik untuk dicermati. Qiyadah harakah di Indonesia harus memiliki waktu khusus untuk mencermati hal ini di tengah kesibukan pentadbiran. “Perlawan global”  ini dibangun oleh ideologi, maka tidak cukup bagi qiyadah dari hanya sekadar mendengar dan membaca buku propaganda mereka. Langkahnya sudah harus lebih maju untuk mengunyah 36 kali dengan segenap kritik hingga beroleh gambar besar dan gambar kecilnya. Informasi gerak-geriknya juga tidak cukup diakses dari media umum yang penuh distorsi, apalagi hanya kebetulan ada yang memberi tahu, tapi harus digali melalui sumber eksklusif yang akurat, juga dengan segenap analisa kritis.

Pendek kata, qiyadah harus melakukan ‘investasi’ pada ranah pengkajian ini untuk menajamkan mata dan telinga. Jika selama ini gerakan-gerakan di Indonesia tidak eman berinvestasi gedung tinggi sebagai sarana pendidikan, tidak ada salahnya berinvestasi besar pada pengkajian dan penelitian.

NII harus membayar dengan ditinggalkan oleh kader mudanya yang potensial akibat tidak mengikuti transformasi. Meski demikian, tentu ‘pengamatan’ di sini bukan sekadar mengikuti tren. Ada yang lebih mendasar dari itu semua. Apa itu? Gerakan yang dalam proses “takwin quwwah” tidak boleh tenggelam pada i’dad tanpa batas ukuran. Karena sesungguhnya, ditarik dari sisi mana pun “istikhdam quwwah” itu wajib; kadang wajib ain dan kadang wajib kifayah.

Tidak ada opsi yang lain. Alasan yang dibenarkan bagi harakah sekarang untuk bergeser dari istikhdam ke takwin adalah; ‘adamul isthitha’ah (tidak ada kemampuan). Maka, menjadi menarik mengamati sebuah gerakan yang tengah ‘istikhdam quwwah’ untuk beroleh pembanding.KIBLAT.NET

LIPUTAN DAKWAH

More on this category »

AUDIO KAJIAN ISLAM

More on this category »

KONSPIRASI MUSUH ISLAM

More on this category »

HOT NEWS

More on this category »

ARTIKEL ISLAM

More on this category »

Translate